Melukis senyum di wajah bapak
Oleh : setiyorini
Pagi
masih berembun tipis dengan kabut lumayan tebal menyelimuti deretan gunung
gundul yang tampak dari jendela rumah,sementara di sawah seberang jalan sudah ramai oleh para
penduduk desa yang sedang memanen kacang tanah,aku hanya sesekali mengamati
mereka lewat beranda rumah sementara
tanganku menggenggam sapu ijuk .
‘’Nduk,bapak
ke sawah dulu ya?nanti kalau nasinya matang kamu antarkan ke sawah’’ Suara
berat bapak terdengar
‘’Inggih
,Pak’’ Jawabku setengah berteriak
Sesaat
kemudian bapak muncul di depanku dengan cangkul dan baju dinasnya yang kumal
,rambut bapak yang mulai memutih itu tak
tampak jelas sebab tertutup caping, sedangkan kulitnya yang menghitam terpanggang matahari dan raut
muka kelelahan itu terbaca jelas olehku,melihat bapak aku langsung mencium
tangan kananya dengan penuh keharuan.
‘’Kenapa
nduk?,bapak kan cuma mau berangkat ke sawah kok pakek disalamin segala?’’tanya
bapak keheranan
‘’Kan
bapak mau berjuang mencari nafkah untuk aku ,yang sabar ya pak nanti aku janji
kalau aku sudah lulus kuliah dan bekerja aku akan membawa bapak ke rumah
Allah’’
‘’Mati
maksudnya ?’’ Tanya bapak bergurau
‘’Ah
bapak,kalau Allah merenggut bapak dariku berarti nafas dan tujuan hidupku
terkubur saat itu juga ,aku hanya punya bapak dan hanya bapak hartaku yang
paling berharga’’tiba-tiba suaraku tersekat dan bapak menatap haru ke arahku
‘’Sudahlah
,bapak kan cuma bercanda ‘’kata bapak seraya mengusap kepalaku
Tanpa
memberikan jawaban aku langsung memeluk bapak,sementara fikiranku melayang ke
peristiwa sepuluh tahun yang lalu.Malam itu aku ,ibu,bapak dan seorang kakak
perempuanku menginap di rumah nenek yang terletak persis di bawah bukit gundul
yang tanahnya labil,sementara hujan terus turun dengan deras petir pun
menggelegar mencabik-cabik rasa takut ditambah lampu mati.
Usai
adzan isya’ kemarahan langit memuncak,bukit di atas rumah nenek longsor
kejadianya teramat cepat ,ayah menggendongku menyelamatkan diri sementara
ibu,nenek dan kakakku tertinggal,mayat mereka baru di temukan dua hari kemudian
oleh TIM SAR ,beberapa bulan setelahnya penduduk di daerah itu di relokasi ke
tempat yang lebih aman,bukit itu tak lagi berpenghuni.Setelahnya itu aku selalu ketakutan mendengar gemericik
air hujan,petir bahkan melihat bukit depan rumahku pun serasa melihat malaikat
maut memelototiku.
‘’Kenapa ,kok malah melamun ?’’ Tanya bapak
penasaran
‘’Rahma ingat nenek,ingat kakak dan ibu juga
pak’’Jawabku dengan sorot mata tajam kearah bapak
‘’Mereka sudah tenang di sana’’ jawab bapak
sambil menujuk langit sebelah timur yang nampak kemerahan pertanda fajar akan
segera menyembul
‘’Rahma hanya merindukan keutuhan dan kehangatan
keluarga kita dulu ‘’mataku mulai tergenang air
‘’Makanya belajar yang serius agar mereka bisa
bangga melihatmu sukses,bukanya almarhumah ibumu sangat ingin melihatmu memakai
jas putih kebesaran para dokter?’’ayah menepuk punggungku gemas
‘’Tapi masuk kedokteran kan mahal ,Pak? Tanyaku
heran
‘’Sudahlah ,yang penting kamu berusaha keras
nanti biayanya kita fikirkan belakangan,ka n ada sepetak tanah peninggalan
nenekmu,nanti kalau kamu diterima tanah itu kita jual untuk biaya kuliahmu’’
Aku menatap ayah tak percaya,bagaimana mungkin
tanah sempit yang letaknya tidak di tempat strategis itu bisa menopang biaya
kuliahku,lalu beasiswa ?apa mungkin seorang berotak standart sepertiku bisa
dapat sementara ribuan pendaftar lain lebih pintar dariku,lalu bagaimana masa
depanku jika aku berhenti sekolah? Aku tak ingin ayah jadi bahan cemoohan
tetanggaku yang hobi bergosip itu .
‘’Kenapa ?’’bapak mulai memelototiku
‘’Iya ya pak?,alhamdulilah kita masih punya
harta tersisa walaupun ndak banyak,ya sudah mending bapak cepat berangkat nanti
keburu panas lho’
Bapak lalu berlalu dengan baju
kumalnya,meninggalkanku mematung bersandar daun pintu.
#################################
Aku menenteng rantang berisi nasi
,sayur bayam dan ikan asin melewati pematang sawah dengan langkah terseok-seok
kubangan lumpur,sementara burung-burung pipit terbang berhamburan di atas
kepalaku .Aku pun menghentikan langkah di sebuah gubug reyot di tengah tanaman
padi sambil bertetiak memanggil bapak.
‘’Pak sarapan’’ teriakku sambil
melambaikan tangan kea rah bapak yang membungkuk memotong batang tanaman padi
dengan sabit yang di genggamnya
Mendengar teriakanku bapak langsung
berdiri lantas berlari ke arah gubug ,di depanku ia menyungging senyumnya yang
khas
‘’Wah kebetulan ,perut bapak sudah
keroncongan ‘’
Aku lalu membuka tutup rantang dan
menyiapkan beberapa lembar daun pisang untuk makan,udara sejuk persawahan
membuat rasa lelahku melintasi pematang sawah tadi sirna sementara bapak masih
mengipasi tubuhnya dengan caping yang di bawanya dari rumah
‘’Memangnya kamu belum makan ?’’
‘’Belum pak,lebih enak kalau makan
di tempat terbuka seperti ini,apalagi kalau bersama orang yang kita
sayang’’kataku sambil menyuapkan nasi ke mulut
Tak pernah aku makan selahap hari
itu,walau dengan menu yang tak sepenuhnya cocok di lidah tapi suasana hangat
bersama bapak membuat rasa makanan itu lumer di mulut,usai makan aku seharian
membantu bapak memanen padi,sama seperti rutinitas bapak ,kupaksa punggungku
membungkuk menghadap langit dengan langan mengenggam sabit dan batang –batang
padi yang hendak di robohkan walau sinar
matahari begitu terik dan otot-ototku tersa teramat pegal
##############################
Malam teramat larut ,sesekali kantuk
berat menyerang namun aku terus memaksa mataku menjelajahi puluhan soal SNMPTN
di meja belajar’’orang sepertiku harus bekerja seratus kali lebih keras di
banding orang yang berharta lebih dan berotak lebih’’kataku dalam hati
‘’Kok belum tidur ma?’’ tiba-tiba
kepala bapak menyembul dari balik pintu kamarku
‘’ Masih nanggung ,Pak.’’jawabku
sekenanya
‘’Besok di sekolah ngantuk lho’’
‘’Iya pak,bentar lagi .bapak tidur
duluan saja’’
Bapak lalu berlalu meninggalkanku di
ruang belajar dan aku bergelut dengan buku-buku membosankan itu sampai pukul
01.00 dini hari ,sebelum aku tertidur di meja belajar dan baru bangun pukul
setengah empat pagi untuk melaksanakan shalat isya’ yang kuteruskan dengan
shalat lail .
Begitulah perubahan rutinitasku
setelah aku menyadari tanggung jawabku yang teramat besar kepada bapak,aku
selalu tidur paling telat dan bangun paling awal untuk bergelut dengan
buku-buku yang ku pinjam dari kakak kelas demi satu niat yaitu di terima di
fakultas kedoteran Universitas Airlangga seperti keinginan almarhumah Ibu.
Beberapa bulan setelah usaha over
yang kulakukan hasilnya terlihat ,aku mulai menjadi 5 terbaik di kelas ,aku pun
mulai antusias mengikuti berbagai bimbingan belajar yang di selenggarakan
sekolah untukj menghadapi ujian akhir.
#########################
Aku menyandarkan bahuku pada kursi
bus kelas ekonomi yang tak ramah penumpang sementara bapak tua di sebelahku mengeluarkan bunyi-bunyi
dengkuran yang khas aku mengamatinya sambil tersenyum geli,ia serasa
membenamkan kelelahanku yang sudah dua jam duduk di jok bis.
Tadi siang sehabis mengikuti
SNMPTN di Unair aku langsung memutuskan
untuk pulang,meski badanku remuk menahan lelah pasalnya tak ada pilihan lain
setelah tetanggaku memberitahukan bahwa ayahku sakit,dari kemarin siang setelah aku berangkat ke Surabaya dia terus
menggigil,dan aku tak terbiasa jauh darinya setelah peristiwa longsor itu,aku
tak mau hal buruk terjadi pada bapak’’hartaku satu-satunya’’
Sepanjang perjalanan tubuh ringkih
bapak dan kemegahan gedung Fk Unair
,bangku yang ku duduki saat tes tadi pagi membayang-bayang,walau aku
terkantuk-kantuk.Sesekali aku menatap lampu jalanan yang menghambur menjauh
melawan laju bis
Aku baru sampai di Tulungagung
ketika adzan subuh berkumandang,hanya 5 penumpang yang turun bersamaku
sementara beberapa penumpang lain masih asyik tertidur di jok keras itu,keluar
dari bus dengan menenteng ransel besar di punggung belakang aku lantas mencari
ojek yang akan membawaku pulang,kemudian
menumpang ojek yang di kendarai bapak tua seumuran ayah ,bersama motor
bututnya kami membelah jalanan malam yang lengang.
Setelah beberapa kali ku ketuk
pintu,ayah terbangun dan membuka daun pintu lalu memelukku dengan hangat,
##############
Hari ini pengumuman hasil SNMPTN
,namun sampai jam 5 sore belum ada kabar dari sekolah dan aku juga belum
mengakses internet sehingga aku benar-benar belum tahu apa yang terjadi pada
diriku.
Selepas shalat magrib aku
memijat-mijat punggung ayah seperti biasanya ,saat asyik memijat nokia tuaku
bergetar
‘’Assalamu’alaikum’’
‘’Wa’alaikum salam,selamat ya
Rahma’’Suara dari seberang sana
‘’Ini siapa?’
‘’Fika,tadi aku lihat di website Unair kamu
diterima di Fakultas kedokteran’’
Tanpa sadar aku langsung melepas gagang
handphone yang ku pegang lantas menangis tersedu-sedu memeluk bapak,’’subhanallah’’
Tuhan membukakan jalan kebahagiaanku satu per-satu.Melihat tangisku runtuh
bapak malah tertawa terbahak seraya berkata’’begitu dong anak ayah yang paling
hebat,calon dokter’’.Malam ini aku melihat segala beban yang bersandar di
pundak bapak menghilang termasuk duka yang dipendamnya ketika kehilangan Ibu .
Beberapa jam setelahnya hujan begitu deras saat
aku meringkuk di ujung sajadah meminta kemudahan atas kuliahku,terutama soal
biaya masuk yang selangit,mungkin bagi orang lain tidak ada yang lebih
membahagiakan selain di terima namun bagiku di terimapun mencipta sejuta
masalah,terutama soal biaya.
#############
12 September,aku mendatangi kampus A
Unair yang terletak di di
Jalan Prof. Dr. Moestopo 47,aku berniat mengundurkan diri sebagai mahasiswa
baru,setelah menemui panitia pendaftaran aku dipanggil ke ruang dosen.
‘’Apa sudah dipikirkan baik-baik dek?’’ kata dosen
setengah baya itu ri ruangannya
‘’Sudah,Pak’’
‘’Memangnya kenapa?adek diterima di PTN lain atau
bagaimana?’’ alis dosen itu mulai berkerut
‘’Saya pengen kerja saja pak,ayah saya tidak mungkin
mampu membayar SPP’’
‘’Kan adek bisa mendaftar sebagai penerima beasiswa?’’
‘’Tapi ,saya masuk lewat jalur regular pak ,itupun nomor
terakhir,saya tidak sepintar para penerima beasiswa itu saya tidak mungkin
lolos tes ,sekali lagi saya mohon maaf ‘’kataku sambil menceritakan latar
belakang keluargaku
‘’Adek benar-benar ingin kuliah di sini?’’
‘’ Apalah arti keinginan pak ?,kalau justru membuat hidup
kita makin susah’’ kataku menahan tangis
Sang dosen masih memelototiku keheranan’’bagaimana
mungkin seorang rela mengundurkan diri dari fakultas kedokteran universitas
ternama?’’
‘’Baiklah,saya akan membantu menguusulkan beasiswa
kategori tidak mampu untuk adek,adek jangan mengundurkan diri ,kalaupun nanti
ndak lolos penjaringan res masuk ,biaya akan saya tanggung secara penuh’’kata
dosen itu yakin
‘’Tapi,karena apa bapak membantu saya?’’ tanyaku sambil
berurai tangis
‘’Karena
negeri ini butuh jauh lebih banyak dokter gila seperti anda,dokter yang
pemberani tidak takut pada apapun’’sang dosen lalu menyalamiku dan menepuk
pundakku’’ semoga kelak jadi dokter yang baik ya?’’.
Ruangan
dosen berubah pengap,aku langsung bersujud syukur di lantai ruang dosen
‘’alhamdulilah aku bisa membanggakan bapak,bisa melukis senyum di wajah bapak,
jas putih kebesaran para dokter itu menunggu ku pakai dan kelak semoga aku bisa
bermanfaat untuk orang yang butuh tenagaku,aku percaya bahwa Tuhan selalu
memberikan jalan tak terduga bagi hambanya yang berusaha keras.Aku tak sabar
ingin pulang melihat kerutan di wajah bapak,mengelus pundaknya dan
memberitahukan kegilaan ini.